Pada pekan depan, sentimen baik dari dalam maupun luar negeri akan memengaruhi pasar keuangan domestik. Khususnya perihal suku bunga yang akan dirilis oleh delapan bank sentral di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.
Pada Senin (16/9/2024), pada dasarnya tidak ada sentimen yang benar-benar memberikan dampak yang cukup signifikan ke domestik maupun global.
Berbeda halnya dengan Selasa (17/9/2024), di mana Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan, ekspor, dan impor untuk periode Agustus 2024.
Sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia Juli 2024 mengalami surplus US$0,47 miliar atau US$470 juta. Ini adalah surplus 51 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Surplus ini berasal dari sektor nonmigas US$2,60 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$2,13 miliar.
Ini merupakan surplus perdagangan terkecil sejak Mei 2023, karena ekspor tumbuh jauh lebih lambat dibandingkan impor. Pengiriman barang meningkat 6,46% dibandingkan tahun lalu, mencatatkan peningkatan keempat berturut-turut dan pertumbuhan terkuat dalam 18 bulan, jauh melampaui perkiraan pasar sebesar 3,85%, serta meningkat tajam dari pertumbuhan yang direvisi sedikit menjadi 1,19% pada Juni, terutama didorong oleh kenaikan ekspor ke AS (5,68%), Jepang (24,32%), dan negara-negara ASEAN (2,92%).
Sementara itu, impor meroket sebesar 11,07%, jauh lebih cepat dari ekspektasi pasar yang hanya 0,04% dan merupakan ekspansi tercepat sejak Februari. Dalam tujuh bulan pertama tahun 2024, neraca perdagangan mencatat surplus sebesar US$15,92 miliar, dengan ekspor menyusut sebesar 1,47% sementara impor meningkat sebesar 2,40%.
Selanjutnya, Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa dan Rabu pekan ini. Hal yang ditunggu pelaku pasar yakni perihal suku bunga BI yang akan disampaikan Gubernur BI, Perry Warjiyo pada Rabu (18/9/2024).
Pelaku pasar saat ini masih cukup labil dengan ekspektasi BI rate kali ini. Sebagian berekspektasi bahwa BI akan menurunkan suku bunga bunganya di tengah inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang stabil dan terjaga. Namun sebagian lainnya berekspektasi bahwa BI tampak masih akan menahan suku bunganya di bulan ini.
Untuk diketahui, pada Agustus lalu BI kembali menahan suku bunganya pada level 6,25% pada Agustus 2024. Begitu juga dengan Deposit Facility dan Lending Facility.
Kemudian pada Kamis (19/9/2024) dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (The Fed) akan merilis hasil Federal Open Meeting Committee (FOMC) termasuk suku bunga acuan The Fed dan Summary Economic Projections (SEP) yang berisi dot plot matrix.
Sebagai catatan, survei CME FedWatch Tool hingga saat ini pelaku pasar berekspektasi bahwa The Fed akan 100% memangkas suku bunga acuannya antara 25 basis poin (bps) atau 50 bps.
Hal ini sangat diharapkan pelaku pasar mengingat data inflasi produsen dan konsumen yang terus melandai, inflasi PCE yang sudah cukup rendah, hingga data ketenagakerjaan AS khususnya laju pengangguran yang tampak cukup tinggi.
Untuk diketahui, saat ini suku bunga The Fed berada di level 5,25-5,50%.
Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunganya, hal ini cenderung disambut positif oleh pelaku pasar khususnya dalam jangka panjang.
Tidak hanya Indonesia dan AS yang akan merilis suku bunga acuannya pekan ini, namun enam bank sentral lainnya juga akan merilis suku bunga acuannya, antara lain Brazil, Turki, Inggris, Afrika Selatan, Jepang, dan China.