Industri otomotif RI tengah megap-megap dalam menghadapi kelesuan pasar belakangan ini. Situasinya makin sulit setelah pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025 mendatang. Bos pabrikan mobil menyebut perkiraan kenaikan harga yang bakal ditanggung konsumen.
Namun ternyata, pabrikan bukan hanya mengkhawatirkan kenaikan PPN 12%, namun juga regulasi Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang telah disahkan pada 5 Januari 2022 dan berlaku tiga tahun kemudian.
Artinya tambahan opsen pajak atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) juga memicu kekhawatiran pengusaha mobil nasional. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi saat ditemui di lokasi GJAW 2024.
“Kalau Anda lihat, PPN 12% kita naik. Jadi per 1 persennya untuk mobil sekitar 200 juta, itu kira-kira dampaknya sekitar Rp2 juta. Terus untuk yang Rp400 juta, dampaknya Rp4 juta. Itu memang sangat berdampak,” kata dikutip Senin (25/11/2024).
“Tapi yang lebih berat buat kami, kami melihat itu adalah kenaikan daripada peraturan Nomor 1 tahun 2022 mengenai BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor). Karena itu kenaikannya akan sangat tinggi. Saat ini berlaku kira-kira sekitar 12% sampai 12,5%. Kalau dia berlaku sampai misalnya 19% atau 20%, dia naik 6% saja, itu untuk mobil Rp 200 juta, kira-kira dampaknya bisa sekitar Rp 12 juta. Tapi untuk mobil Rp 400 juta, dampaknya bisa kira-kira sekitar 24 juta. Ditambah PPN, ditambah segala macam, dampaknya akan berat,” sebut Nangoi.
Beberapa faktor tersebut masih menghambat pertumbuhan industri otomotif Indonesia. Seperti tingginya suku bunga serta adanya informasi mengenai rencana pertambahan pajak-pajak. Hal ini tentu akan mempengaruhi pertumbuhan industri otomotif yang sangat rentan mengalami perubahan harga
“Kami terus terang, peraturan ini kan dari tahun 2022, peraturan nomor 1. Kalau kita bisa bilang, disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini jangan terlalu drastis. Karena tadi Pak Menteri bilang, jangan sampai ada PHK ya. Jangan sampai ada begini. Nah ini yang kita coba tahan. Kalau dampak daripada kenaikan pajak, pasti akan memukul penjualan,” ujar Nangoi.
Padahal, untuk tahun ini saja, Gaikindo harus memangkas target penjualan mobil nasional yang sebelumnya dibidik 1,1 juta unit, menjadi 850-an ribu unit. Gaikindo mencatat, total akumulasi penjualan mobil nasional periode Januari-Oktober 2024 sudah mencapai 710.406 unit. Angka ini lebih rendah 125.722 unit atau 15,05% dibandingkan akumulasi penjualan mobil Januari-Oktober 2023 yang mencapai 836.128 unit.
Memang, penjualan di bulan Oktober 2024 berhasil cetak level tertinggi sejak awal tahun, mencapai 77.191 unit. Pencapaian ini melesat 4.525 unit atau 6,22% dibandingkan bulan September 2024 yang tercatat sebanyak 72.666 unit. Namun, masih lebih rendah 3.159 unit atau 3,93% dibandingkan Oktober 2023.
Anjlok Jadi Cuma 500-an Ribu Unit
Mengutip detikoto, Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara bahkan menyatakan, PPN 12% dan kebijakan opsen pajak akan membuat penjualan mobil nasional ambruk jadi hanya 500-an unit per tahun.
Karena itu, imbuh dia, bukan tak mungkin gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri otomotif nasional akan terjadi.
“Kalau itu diberlakukan, pasti turunnya akan tajam. Pada tahun ini saja, kita sudah revisi target dari 1 juta unit ke 850 ribu unit. Kalau ada opsen pajak dan PPN 12 persen, bisa jadi kita akan sama dengan saat pandemi, yaitu sekitar 500 ribu,” katanya, dikutip dari detikoto, Senin (25/11/2024).
“Yang kita khawatirkan kan penurunan produksi, itu ujung-ujungnya juga tenaga kerja yang kena. Kita kan nggak mau arahnya ke sana. Kita nggak mau nasib kita seperti Thailand, padahal ada 1,5 juta orang (yang kerja) di sektor ini,” kata Kuhuh.