Terdapat tujuh saham berlabel bluechips yang memiliki kinerja mentereng kala musim musim window dressing pada akhir tahun. Istilah window dressing merujuk pada tindakan manajer investasi yang membeli atau menjual saham untuk meningkatkan performa portofolio sebelum laporan kepada klien.
Tujuan window dressing saham adalah membuat kinerja terlihat menjanjikan bagi manajer investasi dan mempercantik laporan keuangan bagi perusahaan atau emiten. Fenomena ini umumnya terjadi pada akhir tahun, terutama pada Desember atau awal tahun seperti Januari.
Saham bluechips menjadi emiten yang dipilih oleh banyak perusahaan investasi karena memiliki kinerja keuangan dan bisnis yang konsisten baik dan mampu bertahan serta bangkit dalam kondisi sulit. Selain itu saham bluechips juga menjadi pemimpin di setiap sektornya. Alasan lain adalah saham bluechips memiliki nilai kapitalisasi pasar yang besar sehingga mampu dibeli oleh investor dengan modal yang besar seperti perusahaan investasi atau investor individu baik dari dalam maupun luar negeri.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi emiten yang memiliki kinerja harga saham dengan rata-rata kenaikan terbanyak pada Desember dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023).
Emiten dengan kode saham BBRi tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan harga saham sebesar 3,98% dalam sepuluh tahun terakhir. Adapun BBRI mencatat 8 kenaikan harga saham pada Desember dan hanya dua kali berada di teritori negatif.
Pertumbuhan harga saham BBRi tertinggi terjadi pada 2017. Kala itu harga saham Bank yang berorientasi pada sektor UMKM tersebut melejit 13,4%.
Tahun lalu kinerja saham BBRI juga signifikan, dengan pertumbuhan harga saham tercatat 8,53% dalam sebulan.
Sementara performa terburuk terjadi pada 2013, yakni melemah 2,68%. Penurunan lainnya terjadi pada 2022 hanya sebesar 0,8% saja.
Setelah BBRI ada PT Astra International (Tbk) yang memiliki kinerja harga saham terbaik tiap Desember dalam sepuluh tahun terakhir. Harga saham emiten yang memiliki beragam sektor bisnis tersebut rata-rata menguat 3,81% setiap akhir tahun sejak 2013 sampai 2023.
Dalam 10 tahun, emiten dengan kode ASII tersebut hanya 3 kali harga sahamnya berakhir di zona negatif dan 7 kali mampu menguat pada Desember.
Penguatan terbesar tercatat saat era pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 atau 2020 dengan penguatan sebesar 13,68%. Sementara kejatuhan harga saham paling dalam terjadi pada 2022 dengan kinerja negatif 5,79%.