Warga Negara Asing (WNA) China diam-diam melakukan kegiatan pertambangan bijih emas tanpa izin di lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Kasus ini terjadi beberapa bulan lalu yang diungkapkan langsung oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM. Akibat dari itu, negara mengalami kerugian dari hilangnya cadangan emas dan perak sebanyak ratusan kilogram.
Sejumlah tersangka dalam kasus tambang ilegal tersebut pun telah ditetapkan, termasuk di antaranya WNA China.
Sebelumnya, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi menyebutkan hal itu dilakukan oleh WNA China dengan inisial YH beserta komplotannya mengakibatkan lubang hasil pertambangan ilegal mencapai 1.648,3 meter.
Ditjen Minerba kini sedang menyelidiki terowongan pada lokasi tambang emas tersebut. Sehingga, pihaknya belum bisa membeberkan berapa banyak konsentrat yang sudah dilakukan oleh YH dan kelompotannya yang sudah dijadikan tersangka itu.
“Terkait kerugian negara masih di dalami penyidik terhadap tersangka YH dan termasuk berkonsultasi dengan lembaga yang kompeten untuk melakukan perhitungan terhadap kerugian negara,” ungkap Sunindyo, beberapa waktu lalu.
Yang jelas, kata Sunindyo, temuan sementara lubang tambang ilegal itu terletak pada WIUP yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi 2024-2026. “Untuk kesimpulan lama aktifitas tambang ilegal tersebut masih di dalami penyidik berdasarkan temuan bukti di lapangan dan pemeriksaan tersangka YH,” terang Sunindyo.
Modus Tersangka YH
Sunindyo mengungkapkan kronologi dan modus yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal.
“Hasil kejahatan tersebut ya dilakukan pemurnian dan kemudian di bawah keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas,” ujar Sunindyo dalam sebuah konferensi pers beberapa waktu lalu.
Dengan temuan penambangan ilegal tersebut, Sunindyo mengungkapkan bahwa tersangka dinyatakan melakukan penambangan tanpa izin.
“Sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar dan perkara ini juga sedang dikembangkan menjadi perkara pidana dalam undang-undang selain Undang-undang Minerba,” ungkapnya.
Adapun, dia juga menyebutkan peralatan yang ditemukan pada penambangan ilegal tersebut seperti alat ketok atau labelling, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting.
Tidak hanya itu, ditemukan pula alat berat seperti lower loader dan dump truck listrik. “Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor yang kompeten ditemukan kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik,” tambahnya.
Sunindyo klaim saat ini penyelidikan masih memperhitungkan berapa potensi kerugian negara dari kegiatan penambangan ilegal tersebut. “Kerugian negara akibat kegiatan tambang ilegal ini masih dalam perhitungan dari lembaga terkait yang memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian negara,” tandasnya.